Jumat, 07 Agustus 2015

PANDANGAN AGAMA AGAMA TERHADAP LINGKUNGAN

   PERSOALAN LINGKUNGAN BUKAN HANYA PERSOALAN NYATA SAJA NAMUN AGAMA ADA UNTUK MENYELAMATKAN LINGKUNGAN

1. PANDANGAN ISLAM TERHADAP LINGKUNGAN
Pandangan sekuler di Eropa memandang alam sebagai objek yang harus dieksploitasi demi kepentingan dan kenyamanan manusia. Menurut Syyed Hosen Nasr, salah seorang pemikir Islam terkemuka dari Iran berkata bahwa pengaruh paham sekuler yang melenyapkan dimensi spiritual dalam kehidupan Barat, maka alam pun kemudian dipandang seperti ”seorang pekerja seks komersial (PSK)”. Yaitu hanya dinikmati sepuasnya tanpa rasa cinta dan tanggung jawab. Akibatnya, lanjut Nasr, alam mengalami kerusakan dari waktu ke waktu karena keserakahan manusia yang tidak memiliki cinta, kasih sayang dan tanggung jawab terhadap kelestariaannya. Ini tentu saja berbeda dengan perspektif agama (Al-Quran) yang memandang manusia sebagai "wakil" Allah di Bumi (QS Al Baqarah: 30)2.
Selain itu, pandangan keliru terhadap alam sebagai sekadar objek untuk dieksploitasi manusia tidak sesuai dengan paham ajaran Islam (Al-Quran dan Sunnah) yang merupakan landasan teologis umat Islam, yaitu bahwa semua makhluk Allah bertasbih kepada Allah termasuk alam semesta ini. Konsep hidup tersebut telah diperkenalkan Prof. Dr. Harun Nasution dalam bukunya "Islam Rasional" dalam istilah "berperikemakhlukan" artinya kasih sayang kepada alam, binatang dan tumbuh-tumbuhan baik yang masih hidup ataupun yang sudah mati karena semua itu adalah berasal dari ciptaan Tuhan. Sebaliknya makhluk yang tidak mempunyai "perikemakhlukan" maka akan mendapatkan kesengsaraan (neraka). Berkaitan dengan pandangan di atas maka semakin jelaslah bahwa bencana alam terjadi adalah karena ulah, sikap dan perbuatan manusia sendiri yang merusak alam. Tindakan seperti itu dalam agama disebut sebagai ”fasad”, yaitu tindakan yang mengakibatkan kerusakan, disharmoni dan ketidakseimbangan (tidak "berperikemakhlukan")2.
Islam merupakan agama yang mengatur semua aspek kehidupan manusia di muka bumi, termasuk juga mengenai bagaimana manusia dalam menjaga lingkungannya. Islam memberikan pandangan tersendiri terhadap lingkungan atau alam, karena manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi, yang harus menjaga dan melestarikan bumi3.
Islam adalah agama yang lengkap, serba cakup, termasuk yang berkaitan dengan lingkungan. Islam juga merupakan agama yang sangat memperhatikan lingkungan (eco-friendly) dan keberlanjutan kehidupan di dunia. Banyak ayat Al-Qur’an dan teks Al-Hadist yang menjelaskan, menganjurkan bahkan mewajibkan manusia untuk menjaga kelangsungan kehidupannya dan kehidupan makhluk lain di bumi, walaupun dalam situasi yang sudah kritis. Ayat yang berkaitan dengan alam dan lingkungan (fisik dan sosial) ini dalam Al-Qur’an bahkan jauh lebih banyak dibandingkan dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan ibadah khusus (mahdhoh)6
Islam adalah  sebuah jalan hidup yang merupakan konsekuensi dari pernyataan atau persaksian (syahadah) tentang keesaan Tuhan (tauhid). Syari’ah adalah sebuah sistem pusat-nilai untuk mewujudkan nilai yang melekat dalam konsep (nilai normatif) atau ajaran Islam yakni tauhid, khilafah, amanah, halal dan haram. Berdasarkan atas pengertian ini maka ajaran (konsep) atau pandangan Islam tentang lingkungan pun pada dasarnya dibangun atas dasar  5 (lima) pilar syariah tersebut yakni : 1) tauhid, 2) khilafah, 3) amanah, 4) keseimbangan (i’tidal) dan 5) istishlah. Untuk menjaga agar manusia bisa berjalan menuju tujuan penciptaannya maka (pada tataran praktis) kelima pilar syariah ini dilengkapi dengan 2 (dua) rambu utama yakni : 1) halal dan 2) haram. Kelima pilar dan dua rambu tersebut bisa diibaratkan sebagai sebuah “bangunan“ untuk menempatkan paradigma lingkungan secara utuh dalam perspektif Islam6.
Menurut Islam (Al-Quran) alam bukan hanya benda yang tidak berarti apa-apa selain dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Alam dalam pandangan Islam (Al-Quran) adalah tanda (ayat) “keberadaan” Allah. Alam memberikan jalan bagi manusia untuk mengetahui keberadaan-Nya. Allah berfirman,”Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin,”(QS Adz-Dzariyat [51]:20)7.
Dalam Al-Quran banyak ditemukan ketika berbicara tentang alam dilanjutkan dengan anjuran untuk berfikir, memahami, mengingat, bersyukur, dan bertafakkur. Semua ini akan mengantarkan manusia kepada sesuatu yang Maha Mutlak yang menciptakan alam dengan keharmonisan hukum-hukum yang mengaturnya. Alam adalah tanda-tanda (ayat) Allah, dalam artian bahwa alam mengabarkan akan keberadaan Allah sebagai pencipta alam. Alam adalah manifestasi dari seluruh nama-nama dan sifat-sifat Allah. Misalnya, tumbuh-tumbuhan merefleksikan sifat-sifat Ilahi berupa pengetahuan karena tumbuh-tumbuhan “tahu” bagaimana menemukan makanan dan cahaya, buah-buahan memanifestasikan anugerah dan karunia Allah, dan hewan mencerminkan empat sifat Ilahi; kehidupan, pengetahuan, keinginan, dan kekuasaan7.
Karena alam adalah lokus manifestasi dari seluruh nama-nama dan sifat-sifat Ilahi, maka merusak alam berarti merusak “wajah” atau tanda (ayat) Tuhan di muka bumi. Manusia, terutama umat Islam, harus memperlakukan dengan baik karena ia adalah tangga untuk merenungi kemahakuasaan Allah. Renungan akan keindahan dan keharmonisan alam akan mengantarkan kaum Muslim menjadi orang-orang bertaqwa. Dalam Al-Quran, Allah menyatakan bahwa alam diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Allah berfirman, ”Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir,” (QS Al-Jatsiyah [45]:13). Ayat inilah yang menjadi landasan teologis pembenaran pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia. Islam tidak melarang memanfaatkan alam, namun ada aturan mainnya. Manfaatkan alam dengan cara yang baik (bijak) dan manusia bertanggungjawab dalam melindungi alam dan lingkungannya serta larangan merusaknya7.
Manusia sebagai khalifah (wakil atau pengganti) Allah, salah satu kewajiban atau tugasnya adalah membuat bumi makmur. Ini menunjukkan bahwa kelestarian dan kerusakan alam berada di tangan manusia. Dalam Islam (Al-Quran), hak mengelola alam tidak dapat dipisahkan dari kewajiban untuk memelihara kelestariannya (sinergi keduanya). Mengelola alam harus diiringi dengan usaha-usaha untuk melestarikannya. Banyaknya ayat Al-Quran yang membicarakan larangan merusak bumi, mengindikasikan kewajiban umat Islam untuk memelihara kelestarian dan keasrian bumi. Setiap perusakan lingkungan haruslah dilihat sebagai perusakan terhadap diri sendiri. Tuntunan moral Islam dalam mengelola alam adalah larangan serakah dan menyia-nyiakannya (baca; QS Al-A’raf [7]:31 dan QS Al-Isra [17]:27), serta banyak penjelasan tentang lingkungan ini melalui hadist-hadist Nabi Muhammad SAW. Manusia harus mengiringi alam bertasbih memuji Allah, antara lain memelihara kelestarian alam dan mengarahkannya ke arah yang lebih baik (islah), dan bukannya melakukan perusakan di muka bumi (fasad fi al-ardl). Sekali lagi, Islam membolehkan pengelolaan bumi dan pemanfaatannya dengan syarat kelestarian dan keberlangsungannya, jangan sampai merusak habitat alam7.

2.  PANDANGAN KRISTEN DAN KATOLIK
Sebagai mahkota ciptaan, manusia diberi mandat oleh Allah untuk menaklukkan dan menguasai bumi beserta isinya. Penaklukkan dan penguasaan disini bukanlah penaklukkan dan penguasan tanpa batas melainkan di dalamnya terdapat unsur pemeliharaan dan perlindungan terhadap bumi dan segala isinya. Mengapa? Sebab manusia dijadikan menurut gambar dan rupa Allah adalah untuk memelihara lingkungan hidupnya disamping memanfaatkannya dan bukan merusaknya2.
Iman Kristen memahami kerusakan lingkungan hidup sebagai bagian dan wujud dari perilaku manusia yang tidak sejalan dengan tujuan Tuhan menciptakan alam semesta. Memelihara bumi dan tidak merusak ekosistem adalah bukti penguasaan diri manusia. Dunia adalah tempat tinggal bersama yang sesama penghuninya hidup bergantung. Wujud kuasa manusia atas alam terlihat dalam batasan mandat untuk memeliharanya. Perilaku ramah lingkungan adalah bagian iman, salah satu ujian iman yang membumi. Maka, bencana alam yang sedang mendera kita bukan hanya fenomena alam, tetapi karena kelalaian kita sebagai pelaksana mandat Allah untuk mengelola bumi ini sebaik mungkin2.
Alkitab memperingatkan bahwa kerusakan alam selama ini adalah karena ulah dan kejahatan manusia. Mazmur (107:33-34), misalnya, menyatakan: “Dibuat-Nya sungai-sungai menjadi padang gurun, dan pancaran-pancaran air menjadi tanah gersang, tanah yang subur menjadi padang asin, oleh sebab kejahatan orang-orang yang diam di dalamnya“. Alkitab sebenarnya tidak pernah menyaksikan bahwa Tuhan memberikan hak kepada manusia untuk menguasai dan mengusahakan alam dan sumber dayanya secara eksploitatif dan seenaknya. Sebaliknya, manusia dituntut tanggung jawabnya untuk memelihara dan mengasihi segala ciptaan-Nya8.
Dalam umat Kristiani (Katholik) dikenal Santo Francis Assisi, atas sikap beliau yang menghormat pada setiap makhuk hidup. Dengan menyaksikan setiap makhluk yang ditemuinya, maka dia melihat ada keberadaan Tuhan. Diriwayatkan pula, St. Francis, dalam sebuah perjalanannya, melihat sekelompok burung, kemudian beliau meninggalkan rombongan, mendatangi kelompok burung tersebut lalu membacakan firman Tuhan dan berdoa:” Saudara-saudaraku para burung, seharusnya kalian bersyukur kepada sang Penciptamu, dan mencintaiNya, Dia memberimu bulu yang indah sebagai pakaian, serta sayap yang membuatmu dapat terbang kemana pun yang kau mau. Tuhan telah memberikan kekuasaanya atas mu dibandingkan ciptaanNya yang lain, memberimu ruang gerak di udara segar, sehingga saat terbang kamu tidak pernah tertubruk atau tidak pernah pula terjatuh. Dialah yang melindungimu dari mara bahaya dan mengatur hidupmu tanpa kamu merasakannya.1
Didalam Kejadian 1:1 – 2:3 memperlihatkan bahwa seluruh ciptaan Allah pada hakikatnya adalah baik. Ini berarti pada setiap ciptaanNya itu terdapat harkat dan martabat yang harus dihargai oleh ciptaan lainnya karena Allah memberikan dan menyatakannya. Selain itu, pada segenap ciptaanNya Ia menetapkan struktur keseimbangan dan saling ketergantungan antara satu ciptaan dengan ciptaan lainnya2.
Pada kejadian 9:8 dan 17 diceritakan bahwa Allah mengikat perjanjian tidak saja kepada Nuh dan keluarganya (manusia) melainkan juga kepada segenap alam ciptaanNya. Manusia diciptakan sebagai bagian dari seluruh ciptaan sekaligus sebagai penatalayan ciptaan Allah yang lain (Kejadian 1:26-27; 2:7); ditugaskan untuk memakai dan memelihara bumi/ciptaan lain (Kejadian 2:15), tidak semata-mata untuk menguasai dan menaklukkannya. Aspek khusus dari penciptaan manusia sebagai Gambar Allah dinampakkan dalam tugas memelihara dan menjaga ciptaan seperti Allah memelihara ciptaan-Nya. Pandangan ini melampaui lukisan bahwa manusia boleh memperlakukan alam semena-mena, melainkan manusia harus menghargainya yang mempunyai nilai yang tinggi sebagai ciptaan Allah. Kejadian 1:2 tidak memberitakan bahwa Allah menciptakan dari ketiadaan melainkan Ia mengubah ”Chaos” (ketidakberaturan) menjadi sesuatu yang berbentuk baik. Sebagai wakil Allah di Bumi, manusia bertanggung jawab untuk mengontrol aneka kekuatan chaos. Perspektif lingkungan dalam Kitab Kejadian sering dibaca berat sebelah dengan menekankan penguasaan manusia atas alam. Padahal, nuansa kekuatan dalam verba “menaklukkan” dan “menguasai” lebih berarti agar manusia menyelidiki alam, mempelajari hukum-hukumnya, mengeksplorasinya. Dalam aras pemikiran ini maka manusia dapat berpartisipasi dalam penciptaan apabila mengubah yang tidak berbentuk menjadi berbentuk, dari yang kotor menjadi bersih ,dan dari yang layu menjadi segar dan berbuah2.
Perjanjian Baru sendiri mempunyai pandangan yang positif terhadap alam. Di dalam Injil dan Surat Rasuli ditegaskan bahwa kedatangan Yesus Kristus ke dunia untuk menebus/ menyelamatkan seluruh dunia (Yohanes 3:16), dan bahwa pendamaian yang dilakukan Yesus Kristus di salib adalah untuk seluruh dunia/ciptaan (II Korintus 5:19; Kolose 1:20). Ini berarti tindakan penyelamatan Alah tidak saja ditujukan kepada manusia melainkan juga kepada ciptaan Allah lainnya. Oleh sebab itu, manusia hendaknya mempunyai relasi yang baik dengan alam ciptaan Tuhan2.

3. PANDANGAN HINDU
Di dalam Mahabaratha terdapat keterangan bahwa alam adalah pernberi segala keinginan dan alam adalah sapi perah yang selalu mengeluarkan susu (kenikmatan) bagi yang menginginkannya. Ungkapan ini mengandung arti bahwa bumi atau alam yang diibaratkan sebagai sapi perah harus dipelihara dengan baik sehingga banyak mengeluarkan kebutuhan yang diperlukan oleh manusia. Kalau sapi perah itu tidak dipelihara, apalagi dibantai, niscaya ia tidak akan mengeluarkan susu lagi untuk kehidupan manusia. Dengan kata lain, alam ini apabila dieksploitasi akan membuat manusia sengsara4. Beberapa contoh ajaran Hindu yang berkaitan dengan lingkungan yaitu1:
Jangan menebang pohon karena mereka melenyapkan polusi  ~ Rig Veda, 6:48:17.
Penghancuran hutan dapat dianggap sebagai pengrusakan negara dan penanaman hutan kembali adalah tindakan untuk membangun kembali dan membuat kemajuan.
~ Charak Sanhita
Bila hanya ada satu pohon dengan bunga dan buah di dalam sebuah desa, tempat itu patut Anda hargai ~ Mahabharata.
Bumi adalah Ibu kita dan kita semua adalah Anak-Anaknya ~ Vedic dictum.
Seseorang yang menanam satu peepal, satu neem, sepuluh tanaman bunga atau tanaman yang merambat, dua pohon delima, dua jeruk, dan lima mangga, tidak akan pergi ke neraka ~ Varaha Purana.
Sungai-sungai adalah pembuluh darah Tuhan, samudra adalah darah-Nya, dan pohon-pohon adalah rambut di tubuh-Nya. Udara adalah nafas-Nya, bumi adalah daging-Nya, langit adalah perut-Nya, bukit-bukit dan pegunungan adalah sumsum tulang-Nya, dan waktu yang berlalu adalah gerakan-Nya ~ Srimad Bhagavatam 2.1.32-33.

4. PANDANGAN BUDDHA
Dalam Karaniyametta Sutta disebutkan, “…hendaklah ia berpikir semoga semua makhluk berbahagia. Makhluk hidup apapun juga, yang lemah dan yang kuat tanpa kecuali, yang panjang atau yang besar, yang sedang, pendek, kecil atau gemuk, yang tampak atau tak tampak, yang jauh ataupun yang dekat, yang terlahir atau yang akan lahir, semoga semua makhluk berbahagia“. Hal ini mengandung arti bahwa agama Budha menolak terjadinya pencemaran dan perusakan alam dan segenap potensinya8.  Beberapa contoh ajaran Buddha yang berkaitan dengan lingkungan yaitu1:
Maka, dengan hati tanpa batas, seseorang seharusnya menghargai semua makhluk hidup, memancarkan kebaikan ke seluruh dunia, menyebarkannya hingga ke atas langit, dan ke bagian Bumi yang terdalam, ke luar dan tak terbatas ~ Sutra Kasih, "Kebaikan Hati".
 Jika kita dapat melihat keajaiban dari sekuntum bunga dengan jelas, seluruh hidup kita akan berubah ~ Buddha Siddhartha, Kitab Tipitaka, 80 S.M.
Rajah Koravya memiliki sebuah pohon raja banyan yang dinamakan Tabah, dan kerindangan yang diberikan oleh cabang-cabang yang melebar sangatlah menyejukkan dan menyenangkan. Daunnya rimbun sampai dua belas gerombol... Tidak ada yang menjaga buahnya, dan tidak ada yang menyakiti yang lain demi buahnya. Kini datanglah seorang manusia yang memakan buah untuk mengisi perutnya, mematahkan sebuah cabang, dan pergi. Roh yang mendiami pohon itu berpikir, “Betapa menakjubkannya, betapa mengherankannya, di mana seorang manusia dapat menjadi sedemikian jahatnya hingga mematahkan satu cabang pohon ini, setelah mengenyangkan perutnya. Menganggap pohon ini tidak berbuah lagi.” Lalu sang pohon itu tidak berbuah lagi.
~Anguttara Nikaya iii.368
Seperti lebah yang mengumpulkan madu dengan tidak merusak atau mengusik warna dan aroma sang bunga; begitu jugalah cara orang yang bijak bergerak melewati dunia.
~ Sang Buddha, Dhammapada: Bunga-Bunga, ayat 49
Hutan adalah makhluk hidup yang khas dengan kebaikan dan kebajikan tak terbatas yang tak meminta makanan untuk menghidupinya dan dengan murah hati menawarkan apa yang dihasilkan oleh hidupnya; ia memberikan perlindungan pada semua makhluk.
~ Sutra Buddhis
 
SUMBER : BERBAGAI LITERATUR

2 komentar:

  1. Hi saya Ari Widiastuti siswa bali yang sedang pertukaran di US. Nah saya terispirasi dari pengelolaan sampah di sini dan ingin melakukan sesuatu untuk Bali, tapi saya menyadari bahwa saya tidak bisa menangani masalah ini sendiri dan saya menemukan website ini.

    BalasHapus
  2. Saya ingin bergabung dan berbagi pengalaman. Sebenanya saya ingin juga memberikan pengetahuan bagi masyarakat tentang pengelolaan sampah karena menurut beberapa sumber yang saya baca kebanyakan aksi penanggulangan sampah terkonsentrasi padi instansi, padahal penghasil sampah terbesar kan sebenarnya rumah tangga atau masyrakat sendiri anyway saya ingin bergabung berdiskusi bersama.

    BalasHapus