PERSOALAN LINGKUNGAN BUKAN HANYA PERSOALAN NYATA SAJA NAMUN AGAMA ADA UNTUK MENYELAMATKAN LINGKUNGAN
1. PANDANGAN ISLAM TERHADAP LINGKUNGAN
Pandangan sekuler di Eropa memandang alam sebagai objek yang harus
dieksploitasi demi kepentingan dan kenyamanan manusia. Menurut Syyed Hosen
Nasr, salah seorang pemikir Islam terkemuka dari Iran berkata bahwa pengaruh
paham sekuler yang melenyapkan dimensi spiritual dalam kehidupan Barat, maka
alam pun kemudian dipandang seperti ”seorang pekerja seks komersial (PSK)”.
Yaitu hanya dinikmati sepuasnya tanpa rasa cinta dan tanggung jawab. Akibatnya,
lanjut Nasr, alam mengalami kerusakan dari waktu ke waktu karena keserakahan
manusia yang tidak memiliki cinta, kasih sayang dan tanggung jawab terhadap
kelestariaannya. Ini tentu saja berbeda dengan perspektif agama (Al-Quran) yang
memandang manusia sebagai "wakil" Allah di Bumi (QS Al Baqarah: 30)2.
Selain itu, pandangan keliru terhadap alam sebagai sekadar objek untuk
dieksploitasi manusia tidak sesuai dengan paham ajaran Islam (Al-Quran dan Sunnah)
yang merupakan landasan teologis umat Islam, yaitu bahwa semua makhluk Allah
bertasbih kepada Allah termasuk alam semesta ini. Konsep hidup tersebut telah
diperkenalkan Prof. Dr. Harun Nasution dalam bukunya "Islam Rasional"
dalam istilah "berperikemakhlukan" artinya kasih sayang kepada alam,
binatang dan tumbuh-tumbuhan baik yang masih hidup ataupun yang sudah mati
karena semua itu adalah berasal dari ciptaan Tuhan. Sebaliknya makhluk yang
tidak mempunyai "perikemakhlukan" maka akan mendapatkan kesengsaraan (neraka).
Berkaitan dengan pandangan di atas maka semakin jelaslah bahwa bencana alam
terjadi adalah karena ulah, sikap dan perbuatan manusia sendiri yang merusak
alam. Tindakan seperti itu dalam agama disebut sebagai ”fasad”, yaitu tindakan
yang mengakibatkan kerusakan, disharmoni dan ketidakseimbangan (tidak "berperikemakhlukan")2.
Islam merupakan agama
yang mengatur semua aspek kehidupan manusia di muka bumi, termasuk juga
mengenai bagaimana manusia dalam menjaga lingkungannya. Islam memberikan
pandangan tersendiri terhadap lingkungan atau alam, karena manusia diciptakan
sebagai khalifah di muka bumi, yang harus menjaga dan melestarikan bumi3.
Islam adalah agama
yang lengkap, serba cakup, termasuk yang berkaitan dengan lingkungan. Islam
juga merupakan agama yang sangat memperhatikan lingkungan (eco-friendly)
dan keberlanjutan kehidupan di dunia. Banyak ayat Al-Qur’an dan teks Al-Hadist
yang menjelaskan, menganjurkan bahkan mewajibkan manusia untuk menjaga
kelangsungan kehidupannya dan kehidupan makhluk lain di bumi, walaupun dalam
situasi yang sudah kritis. Ayat yang berkaitan dengan alam dan lingkungan
(fisik dan sosial) ini dalam Al-Qur’an bahkan jauh lebih banyak dibandingkan
dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan ibadah khusus (mahdhoh)6.
Islam
adalah sebuah jalan hidup yang merupakan konsekuensi dari pernyataan
atau persaksian (syahadah) tentang keesaan Tuhan (tauhid). Syari’ah adalah sebuah sistem pusat-nilai untuk
mewujudkan nilai yang melekat dalam konsep (nilai normatif) atau ajaran Islam yakni
tauhid, khilafah, amanah, halal dan haram. Berdasarkan atas pengertian
ini maka ajaran (konsep) atau pandangan Islam
tentang lingkungan pun pada dasarnya dibangun atas dasar 5 (lima)
pilar syariah tersebut yakni : 1) tauhid, 2) khilafah, 3) amanah, 4) keseimbangan
(i’tidal) dan 5) istishlah. Untuk menjaga agar manusia bisa berjalan
menuju tujuan penciptaannya maka (pada tataran praktis) kelima pilar syariah
ini dilengkapi dengan 2 (dua) rambu utama yakni : 1) halal dan 2) haram. Kelima pilar dan dua
rambu tersebut bisa diibaratkan sebagai sebuah “bangunan“ untuk menempatkan
paradigma lingkungan secara utuh dalam perspektif Islam6.
Menurut Islam (Al-Quran) alam bukan hanya benda yang
tidak berarti apa-apa selain dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Alam dalam pandangan Islam (Al-Quran) adalah tanda (ayat) “keberadaan” Allah.
Alam memberikan jalan bagi manusia untuk mengetahui keberadaan-Nya. Allah
berfirman,”Dan di bumi itu terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin,”(QS Adz-Dzariyat
[51]:20)7.
Dalam Al-Quran banyak ditemukan ketika berbicara tentang
alam dilanjutkan dengan anjuran untuk berfikir, memahami, mengingat, bersyukur, dan bertafakkur. Semua
ini akan mengantarkan manusia kepada sesuatu yang Maha Mutlak yang menciptakan
alam dengan keharmonisan hukum-hukum yang mengaturnya. Alam adalah tanda-tanda (ayat) Allah, dalam
artian bahwa alam mengabarkan akan keberadaan Allah sebagai pencipta alam.
Alam adalah manifestasi dari seluruh nama-nama dan
sifat-sifat Allah. Misalnya, tumbuh-tumbuhan merefleksikan sifat-sifat Ilahi
berupa pengetahuan karena tumbuh-tumbuhan “tahu”
bagaimana menemukan makanan dan cahaya, buah-buahan
memanifestasikan anugerah dan karunia Allah, dan hewan mencerminkan empat
sifat Ilahi; kehidupan, pengetahuan, keinginan, dan kekuasaan7.
Karena alam adalah lokus manifestasi dari seluruh
nama-nama dan sifat-sifat Ilahi, maka merusak alam berarti merusak “wajah” atau
tanda (ayat) Tuhan di muka bumi. Manusia, terutama umat Islam, harus
memperlakukan dengan baik karena ia adalah tangga untuk merenungi kemahakuasaan
Allah. Renungan akan keindahan dan keharmonisan alam akan mengantarkan kaum
Muslim menjadi orang-orang bertaqwa. Dalam Al-Quran, Allah menyatakan bahwa alam diciptakan
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Allah berfirman,
”Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir,” (QS Al-Jatsiyah [45]:13). Ayat inilah yang menjadi landasan teologis
pembenaran pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Islam tidak melarang memanfaatkan alam, namun ada aturan mainnya.
Manfaatkan alam dengan cara yang baik (bijak) dan manusia bertanggungjawab
dalam melindungi alam dan lingkungannya serta larangan merusaknya7.
Manusia sebagai
khalifah (wakil atau pengganti) Allah, salah satu kewajiban atau tugasnya
adalah membuat bumi makmur. Ini menunjukkan bahwa kelestarian dan kerusakan
alam berada di tangan manusia. Dalam Islam (Al-Quran), hak mengelola alam tidak
dapat dipisahkan dari kewajiban untuk memelihara kelestariannya (sinergi
keduanya). Mengelola alam harus diiringi dengan usaha-usaha untuk
melestarikannya. Banyaknya ayat Al-Quran yang membicarakan larangan merusak
bumi, mengindikasikan kewajiban umat Islam untuk memelihara kelestarian dan
keasrian bumi. Setiap perusakan lingkungan haruslah dilihat sebagai perusakan
terhadap diri sendiri. Tuntunan moral Islam dalam mengelola alam adalah
larangan serakah dan menyia-nyiakannya (baca; QS Al-A’raf [7]:31 dan QS Al-Isra
[17]:27), serta banyak penjelasan tentang lingkungan ini melalui hadist-hadist
Nabi Muhammad SAW. Manusia harus mengiringi alam bertasbih memuji Allah, antara lain
memelihara kelestarian alam dan mengarahkannya ke
arah yang lebih baik (islah), dan bukannya melakukan
perusakan di muka bumi (fasad fi al-ardl). Sekali lagi, Islam membolehkan pengelolaan bumi dan pemanfaatannya dengan syarat
kelestarian dan keberlangsungannya, jangan sampai merusak habitat alam7.2. PANDANGAN KRISTEN DAN KATOLIK
Sebagai
mahkota ciptaan, manusia diberi mandat oleh Allah untuk menaklukkan dan
menguasai bumi beserta isinya. Penaklukkan dan penguasaan disini
bukanlah penaklukkan dan penguasan tanpa batas melainkan di dalamnya terdapat
unsur pemeliharaan dan perlindungan terhadap bumi dan segala isinya. Mengapa?
Sebab manusia dijadikan menurut gambar dan rupa Allah adalah untuk memelihara lingkungan hidupnya disamping memanfaatkannya dan bukan merusaknya2.
Iman
Kristen memahami kerusakan lingkungan hidup sebagai bagian dan wujud dari
perilaku manusia yang tidak sejalan dengan tujuan Tuhan menciptakan alam semesta.
Memelihara bumi dan tidak merusak ekosistem adalah bukti
penguasaan diri manusia. Dunia adalah tempat tinggal bersama yang sesama
penghuninya hidup bergantung. Wujud kuasa manusia atas alam terlihat dalam
batasan mandat untuk memeliharanya. Perilaku ramah lingkungan adalah bagian
iman, salah satu ujian iman yang membumi. Maka, bencana alam yang sedang
mendera kita bukan hanya fenomena alam, tetapi karena kelalaian kita sebagai
pelaksana mandat Allah untuk mengelola bumi ini sebaik mungkin2.
Alkitab memperingatkan bahwa kerusakan alam selama
ini adalah karena ulah dan kejahatan manusia. Mazmur (107:33-34), misalnya,
menyatakan: “Dibuat-Nya sungai-sungai menjadi padang gurun, dan
pancaran-pancaran air menjadi tanah gersang, tanah yang subur menjadi padang
asin, oleh sebab kejahatan orang-orang yang diam di dalamnya“.
Alkitab sebenarnya tidak pernah menyaksikan bahwa Tuhan memberikan hak kepada
manusia untuk menguasai dan mengusahakan alam dan sumber dayanya secara
eksploitatif dan seenaknya. Sebaliknya, manusia dituntut tanggung jawabnya
untuk memelihara dan mengasihi segala ciptaan-Nya8.
Dalam umat Kristiani (Katholik) dikenal Santo Francis
Assisi, atas sikap beliau yang menghormat pada setiap makhuk hidup. Dengan
menyaksikan setiap makhluk yang ditemuinya, maka dia melihat ada keberadaan
Tuhan. Diriwayatkan pula, St. Francis, dalam sebuah perjalanannya, melihat
sekelompok burung, kemudian beliau meninggalkan rombongan, mendatangi kelompok
burung tersebut lalu membacakan firman Tuhan dan berdoa:” Saudara-saudaraku
para burung, seharusnya kalian bersyukur kepada sang Penciptamu, dan
mencintaiNya, Dia memberimu bulu yang indah sebagai pakaian, serta sayap yang
membuatmu dapat terbang kemana pun yang kau mau. Tuhan telah memberikan
kekuasaanya atas mu dibandingkan ciptaanNya yang lain, memberimu ruang gerak di
udara segar, sehingga saat terbang kamu tidak pernah tertubruk atau tidak
pernah pula terjatuh. Dialah yang melindungimu dari mara bahaya dan mengatur
hidupmu tanpa kamu merasakannya.1”
Didalam Kejadian 1:1 – 2:3
memperlihatkan bahwa seluruh ciptaan Allah pada hakikatnya adalah baik. Ini
berarti pada setiap ciptaanNya itu terdapat harkat dan martabat yang harus
dihargai oleh ciptaan lainnya karena Allah memberikan dan menyatakannya. Selain
itu, pada segenap ciptaanNya Ia menetapkan struktur keseimbangan dan saling
ketergantungan antara satu ciptaan dengan ciptaan lainnya2.
Pada kejadian 9:8 dan
17 diceritakan bahwa Allah mengikat perjanjian tidak saja kepada Nuh dan
keluarganya (manusia) melainkan juga kepada segenap alam ciptaanNya. Manusia diciptakan sebagai bagian dari seluruh ciptaan
sekaligus sebagai penatalayan ciptaan Allah yang lain (Kejadian 1:26-27; 2:7);
ditugaskan untuk memakai dan memelihara bumi/ciptaan lain (Kejadian 2:15),
tidak semata-mata untuk menguasai dan menaklukkannya. Aspek khusus dari
penciptaan manusia sebagai Gambar Allah dinampakkan dalam tugas memelihara dan
menjaga ciptaan seperti Allah memelihara ciptaan-Nya. Pandangan ini melampaui
lukisan bahwa manusia boleh memperlakukan alam semena-mena, melainkan manusia
harus menghargainya yang mempunyai nilai yang tinggi sebagai ciptaan Allah. Kejadian 1:2 tidak memberitakan bahwa Allah menciptakan dari
ketiadaan melainkan Ia mengubah ”Chaos” (ketidakberaturan) menjadi
sesuatu yang berbentuk baik. Sebagai wakil Allah di Bumi, manusia bertanggung
jawab untuk mengontrol aneka kekuatan chaos. Perspektif lingkungan dalam
Kitab Kejadian sering dibaca berat sebelah dengan menekankan penguasaan manusia
atas alam. Padahal, nuansa kekuatan dalam verba “menaklukkan” dan “menguasai”
lebih berarti agar manusia menyelidiki alam, mempelajari hukum-hukumnya,
mengeksplorasinya. Dalam aras pemikiran ini maka manusia dapat berpartisipasi
dalam penciptaan apabila mengubah yang tidak berbentuk menjadi berbentuk, dari
yang kotor menjadi bersih ,dan dari yang layu menjadi segar dan berbuah2.
Perjanjian Baru sendiri mempunyai pandangan yang
positif terhadap alam. Di dalam Injil dan Surat Rasuli ditegaskan bahwa
kedatangan Yesus Kristus ke dunia untuk menebus/ menyelamatkan seluruh dunia
(Yohanes 3:16), dan bahwa pendamaian yang dilakukan Yesus Kristus di salib
adalah untuk seluruh dunia/ciptaan (II Korintus 5:19; Kolose 1:20). Ini berarti
tindakan penyelamatan Alah tidak saja ditujukan kepada manusia melainkan juga
kepada ciptaan Allah lainnya. Oleh sebab itu, manusia hendaknya mempunyai
relasi yang baik dengan alam ciptaan Tuhan2.
3. PANDANGAN HINDU
Di dalam Mahabaratha terdapat
keterangan bahwa alam adalah pernberi segala keinginan dan alam adalah sapi
perah yang selalu mengeluarkan susu (kenikmatan) bagi yang menginginkannya. Ungkapan
ini mengandung arti bahwa bumi atau alam yang diibaratkan sebagai sapi perah
harus dipelihara dengan baik sehingga banyak mengeluarkan kebutuhan yang
diperlukan oleh manusia. Kalau sapi perah itu tidak dipelihara, apalagi
dibantai, niscaya ia tidak akan mengeluarkan susu lagi untuk kehidupan manusia.
Dengan kata lain, alam ini apabila dieksploitasi akan membuat manusia sengsara4.
Beberapa contoh ajaran Hindu yang berkaitan dengan lingkungan yaitu1:
Jangan menebang pohon karena mereka
melenyapkan polusi ~ Rig
Veda, 6:48:17.
Penghancuran
hutan dapat dianggap sebagai pengrusakan negara dan penanaman hutan kembali
adalah tindakan untuk membangun kembali dan membuat kemajuan.
~ Charak
Sanhita
Bila hanya ada satu pohon dengan bunga dan
buah di dalam sebuah desa, tempat itu patut Anda hargai ~ Mahabharata.
Bumi adalah Ibu kita dan kita semua adalah
Anak-Anaknya ~ Vedic dictum.
Seseorang yang menanam satu peepal, satu
neem, sepuluh tanaman bunga atau tanaman yang merambat, dua pohon delima, dua
jeruk, dan lima mangga, tidak akan pergi ke neraka ~ Varaha Purana.
Sungai-sungai adalah pembuluh darah Tuhan,
samudra adalah darah-Nya, dan pohon-pohon adalah rambut di tubuh-Nya. Udara adalah
nafas-Nya, bumi adalah daging-Nya, langit adalah perut-Nya, bukit-bukit dan
pegunungan adalah sumsum tulang-Nya, dan waktu yang berlalu adalah gerakan-Nya ~ Srimad Bhagavatam 2.1.32-33.
4. PANDANGAN BUDDHA
Dalam Karaniyametta
Sutta disebutkan, “…hendaklah
ia berpikir semoga semua makhluk berbahagia. Makhluk hidup apapun juga, yang
lemah dan yang kuat tanpa kecuali, yang panjang atau yang besar, yang sedang,
pendek, kecil atau gemuk, yang tampak atau tak tampak, yang jauh ataupun yang
dekat, yang terlahir atau yang akan lahir, semoga semua makhluk berbahagia“.
Hal ini mengandung arti bahwa agama Budha menolak terjadinya pencemaran dan
perusakan alam dan segenap potensinya8. Beberapa contoh ajaran Buddha yang berkaitan dengan
lingkungan yaitu1:
Maka, dengan hati tanpa
batas, seseorang seharusnya menghargai semua makhluk hidup, memancarkan
kebaikan ke seluruh dunia, menyebarkannya hingga ke atas langit, dan ke bagian
Bumi yang terdalam, ke luar dan tak terbatas ~ Sutra
Kasih, "Kebaikan Hati".
Jika kita dapat melihat keajaiban dari sekuntum bunga
dengan jelas, seluruh hidup kita akan berubah ~ Buddha Siddhartha, Kitab Tipitaka, 80 S.M.
Rajah Koravya memiliki
sebuah pohon raja banyan yang dinamakan Tabah, dan kerindangan yang diberikan
oleh cabang-cabang yang melebar sangatlah menyejukkan dan menyenangkan. Daunnya
rimbun sampai dua belas gerombol... Tidak ada yang menjaga buahnya, dan tidak
ada yang menyakiti yang lain demi buahnya. Kini datanglah seorang manusia yang
memakan buah untuk mengisi perutnya, mematahkan sebuah cabang, dan pergi. Roh
yang mendiami pohon itu berpikir, “Betapa menakjubkannya, betapa
mengherankannya, di mana seorang manusia dapat menjadi sedemikian jahatnya
hingga mematahkan satu cabang pohon ini, setelah mengenyangkan perutnya.
Menganggap pohon ini tidak berbuah lagi.” Lalu sang pohon itu tidak berbuah
lagi.
~Anguttara Nikaya iii.368
Seperti lebah yang
mengumpulkan madu dengan tidak merusak atau mengusik warna dan aroma sang
bunga; begitu jugalah cara orang yang bijak bergerak melewati dunia.
~ Sang Buddha, Dhammapada: Bunga-Bunga, ayat 49
Hutan adalah makhluk
hidup yang khas dengan kebaikan dan kebajikan tak terbatas yang tak meminta
makanan untuk menghidupinya dan dengan murah hati menawarkan apa yang
dihasilkan oleh hidupnya; ia memberikan perlindungan pada semua makhluk.
~ Sutra Buddhis
SUMBER : BERBAGAI LITERATUR